Berdasarkan Kbr.id, wabah Covid-19 tercatat mulai meningkat sejak Januari 2020 dan terus melunjak selama bulan Februari 2020. Selama periode tersebut, setidaknya terdapat 48 kota serta 4 provinsi di Tiongkok yang terpaksa diisolasi. Layanan-layanan transportasi publik terpaksa dihentikan, sementara itu, bisnis-bisnis yang juga berhenti beroperasi jumlahnya mencapai ribuan.
Meskipun wabah virus Corona menghambat banyak sektor usaha, tetapi ada juga pelaku usaha di Tiongkok yang dapat mengatasi kesulitan tersebut. Mereka bukan hanya bisa menekan angka kerugian saja, tetapi juga mampu meningkatkan profit di tengah pandemi ini. Menurut Martin Reeves yang merupakan pimpinan lembaga konsultan bisnis Boston Consulting Group (BCG) Henderson Institute, keberhasilan tersebut bias terjadi karena Tiongkok memiliki sistem politik, administrasi, serta kebiasaan social yang unik. Menurutnya, ada pelajaran-pelajaran bagi pelaku usaha yang dapat diterapkan secara luas, yakni:
Menurut Martin, para pelaku bisnis di Tiongkok yang bisa bertahan di tengah pandemi ialah pelaku usaha yang berhasil mengubah prioritas maupun rencana bisnis mereka secara tepat. Salah satunya ialah produsen mie instan dan minuman terbesar di Tiongkok, yakni Masker Kong. Pada saat virus Corona pertama kali muncul, pihak perusahaan tersebut melakukan evaluasi prioritas setiap harinya. Kemudian, mereka juga mulai menggeser ranah penjualan mereka yang biasanya berfokus pada toko besar menjadi ke ranah online serta toko-toko kecil.
Selain Master Kong, perusahaan kosmetik Lin Qingxuan juga melakukan hal yang sama. Perusahaan tersebut menutup 40% gerai mereka selama krisis Covid-19. Kemudian, mereka merekrut sekitar 100 pakar kecantikan yang berperan sebagai online influencer sehingga mereka dapat terfokus pada penjualan online melalui platform seperti WeChat. Berdasarkan data Martin, strategi ini mampu menumbuhkan angka penjualan hingga 200% dari pendapatan Lin Qingxuan tahun lalu.
Karena adanya pandemi Covid-19, banyak pelaku usaha yang terpaksa menutup bisnis mereka untuk menekan resiko penyebaran virus. Namun, hal tersebut tidak menandakan bisnis di Tiongkok terhenti, karena beberapa perusahaan tetap beroperasi secara remote. Jadi, para staf bekerja dari rumah masing-masing dan melakukan koordinasi melalui media sosial. Salah satu contoh perusahaan asal Tiongkok yang menerapkan sistem ini ialah Cosmo Lady yang menjadi penjualan pakaian dalam terbesar di sana. Mereka membuat program yang memaksimalkan penjualan melalui WeChat. Oleh karena itu, para karyawan Cosmo Lady diminta untuk mempromosikan produk-produk Cosmo Lady melalui media sosial mereka.
Tidak bisa dipungkiri, bisnis-bisnis yang mengandalkan kunjungan pelanggan seperti restoran, taman hiburan, hotel, serta bioskop tentu akan sangat terdampak akibat wabah Covid-19. Karyawan-karyawan mereka tidak bisa bekerja seperti biasanya karena adanya penerapan physical distancing. Jadi untuk menekan kerugian, para staf tersebut dapat beralih peran untuk sementara waktu. Mereka dapat melakukan tanggung jawab lain, seperti menjadi kurir yang mengantarkan barang pesanan dari toko online. Apalagi, jumlah pembelian online pada saat wabah virus Corona sangatlah meningkat.
Terdapat beberapa perusahaan yang menggunakan masa isolasi Covid-19 untuk menyusun rencana bisnis mereka untuk jangka panjang. Salah satunya ialah perusahaan agen wisata premium di Tiongkok yang perlu berhenti untuk sementara waktu. Meskipun harus berhenti, bukan berarti perusahaan ini memecat karyawan-karyawan mereka, melainkan meminta karyawan-karyawan tersebut untuk meningkatkan kemampuan, merancang produk, serta merencanakan sistem layanan saat keadaan sudah pulih.
Keempat cara di atas memang tidak semuanya dapat diterapkan pada setiap pelakuusaha. Akan tetapi, pelajaran tersebut bisa menjadi referensi bagi pelaku usaha seperti kita. Selain itu, kita juga bisa mempelajari cara-cara mempertahankan usaha dari negara-negara lainnya yang terdampak Covid-19.